Pergi ke Alam liar?
Bermain disana? Berkemah? Berpetualang? Dengan anak-anak???
O oh..hampir tidak mungkin rasanya. Ribet dan beresiko!
Lebih baik tunggu anak-anak besar saja deh...
Bermain disana? Berkemah? Berpetualang? Dengan anak-anak???
O oh..hampir tidak mungkin rasanya. Ribet dan beresiko!
Lebih baik tunggu anak-anak besar saja deh...
Mengerti bahwa alam liar menawarkan petualangan dan keajaiban, terutama untuk anak-anak membuat hal ini seperti pilihan hidup yang sifatnya sebenarnya sama seperti pilihan-pilihan hidup lainnya. Ribet dan Beresiko. Belajar ketrampilan hidup di alam liar adalah salah satu upaya menyiapkan diri menghadapi dua tantangan tersebut. PotTrack bekerja sama dengan Survival Skills Indonesia (SSI) mengadakan kegiatan dua hari Family Camp on Survival Skills Training (Introduction) awal bulan November di Hutan Wisata Penggaron, Semarang.
Day-1
Latihan survival sudah langsung tersuguhkan di lahan parkir mobil dari Bumi Perkemahan (BuPer). Aspal terkelupas habis dan medan turun naik yang berpasir dan batu-batuan besar sudah cukup membuat kendaraan kami berjuang untuk memutar badan. Mengusung barang bawaan dari mobil ke area perkemahan yang jaraknya cukup jauh dan lagi-lagi medannya turun naik membuat kami juga kepayahan. Terlihat juga kondisi atap rumah MCK yang bobrok membuat hati waswas menghadapi kondisi dalamnya. Wah, kesan awal yang benar-benar menyatakan bayangan kami! Minim memang kondisi BuPer di Indonesia.
Setelah mencari-cari posisi nyaman, lahan tanah yang tidak miring, kemungkinan terhindar dari asap api..., didampingi tim SSI masing-masing keluarga mulai membangun sarangnya. Anak-anak keluar masuk mencobanya. Warna warni tenda membuat cerah lahan perkemahan yang rumputnya kering kecoklatan. Tapi kelihatannya memang akan sangat sulit, jika mintanya tingkat kenyamanan ideal manusia urban di alam liar. Ada saja kejutan! Seperti keluarga Darmadi yang terlihat saat senja hari masih sibuk boyongan pindah posisi, karena tendanya menutupi sarang semut dibawahnya.
Day-1
Latihan survival sudah langsung tersuguhkan di lahan parkir mobil dari Bumi Perkemahan (BuPer). Aspal terkelupas habis dan medan turun naik yang berpasir dan batu-batuan besar sudah cukup membuat kendaraan kami berjuang untuk memutar badan. Mengusung barang bawaan dari mobil ke area perkemahan yang jaraknya cukup jauh dan lagi-lagi medannya turun naik membuat kami juga kepayahan. Terlihat juga kondisi atap rumah MCK yang bobrok membuat hati waswas menghadapi kondisi dalamnya. Wah, kesan awal yang benar-benar menyatakan bayangan kami! Minim memang kondisi BuPer di Indonesia.
Setelah mencari-cari posisi nyaman, lahan tanah yang tidak miring, kemungkinan terhindar dari asap api..., didampingi tim SSI masing-masing keluarga mulai membangun sarangnya. Anak-anak keluar masuk mencobanya. Warna warni tenda membuat cerah lahan perkemahan yang rumputnya kering kecoklatan. Tapi kelihatannya memang akan sangat sulit, jika mintanya tingkat kenyamanan ideal manusia urban di alam liar. Ada saja kejutan! Seperti keluarga Darmadi yang terlihat saat senja hari masih sibuk boyongan pindah posisi, karena tendanya menutupi sarang semut dibawahnya.
Selanjutnya pada sesi membuat api, para keluarga diminta untuk berburu kayu di sekitar perkemahan. Ternyata rajin juga ya kami! Terlihat dari gunungan kayu yang muncul disana sini. Lelah berburu, kami jedah piknik mengisi tenaga dengan camilan. Dalam situasi survival di alam, api adalah essensial, mampu memberikan banyak manfaat berarti. Penuh semangat, kami mencoba berbagai kemungkinan menyalakan api tanpa korek api. Dengan kondisi kayu yang saat itu cukup kering, ternyata tetap saja api mudah-mudah sulit dinyalakan dan dipertahankan, apalagi jika kita panik dan tanpa bekal ketrampilan dan pengetahuan alat dan bahan. Pesona api yang kuat membuat anak-anak penuh perhatian dan sigap di sesi ini.
Kami digiring selanjutnya untuk melihat salah satu contoh sumber air minum yang bisa didapat dalam keadaan darurat di alam, yaitu pohon pisang yang banyak terdapat di Indonesia. Tanpa air minum, manusia hanya dapat bertahan 3 hari saja. "Baru tahu bahwa pohon pisang bisa menyimpan air, mirip-mirip hewan onta ya," ujar Calla, peserta anak. Penasaran dengan rasa air yang terkumpul di batang pohon pisang, kami pun berorigami-ria membuat pincuk mini (sendok) dengan daun pisang.
Menjelang senja, kami beristirahat dan menyegarkan diri. Api unggun mulai dinyalakan oleh tim SSI, yang pada prinsipnya sama seperti yang dipelajari di sesi tadi sore. Botram makan malam! Terang lidah api unggun, kerlap kerlip cahaya lilin, iringan lagu dari tim SSI dan menu ayam goreng ala keluarga Aity membuat suasana makan malam sungguh mengasyikan. Alifia, salah satu peserta anak pun turut bermain gitar dan menyumbangkan suara merdunya.
Sebelum malam terlalu larut, sesi edukasi dilanjut dengan kegiatan night walk yang dimaksudkan untuk melatih mental. Kesendirian, gelap, wajah misterius hutan di malam hari dan segala imajinasi kita yang keluar karenanya dianggap situasi yang termasuk paling membuat orang panik, tidak dapat berpikir jernih. Dengan interval waktu, satu per satu keluarga dilepas untuk menyusuri rute yang dibuat. Peserta diminta untuk kadang di tengah jalan mematikan senter dan merasakan sensasinya. "Seru nih tapi sayang cepat selesainya!", sesal Wastu. 20 menit berjalan dirasa kependekan oleh anak-anak yang biasa rutin ikut kegiatan regular hiking potTrack. Rute pun diulang oleh mereka! Tidak mau ketinggalan, Kenzi dan Raya cepat menggandeng ayahnya untuk ikut mengekor mereka.
Pulang night walk dengan perut yang sudah mulai berbunyi lagi, kami disambut dengan teh hangat, jagung serta umbi-umbian yang siap dibakar. Tanpa bumbu apapun! Anak-anak kelihatannya juga benar lapar. Terlihat mereka cukup tekun membakar dan menikmati hasilnya. Tengah malam, Ariel yang kebangun dari tidurnya pun masih menyempatkan diri mengais-ngais gundukan api mencari umbi matang. "Ketela ungunya mantap!" puji dia. Memang benaran enak. Ini yang namanya jagung berasa jagung dan umbi berasa umbi, bukan jagung berasa mentega.
Walah..ternyata sesi hari pertama ini masih belum berakhir. Lanjut kami belajar teknik pengasapan, salah satu metode pengolahan dan pengawetan makanan. Karena adanya resiko parasit, makan daging mentah biarpun dalam keadaan darurat sebisa mungkin dihindari. Dibangun pemanggang kaki tiga, dikumpulkan banyak berbagai daun helai lebar dan diiris-iris daging ayam hasil buruan dari supermarket. Sampai siap konsumsi dibutuhkan minimal 12 jam pengasapan. Juga tanpa bumbu apapun! dan ternyata tidak kalah loh enaknya dengan produk yang ada di pasaran. "Smoked chicken dengan tekstur lembut!" seru kami saat mencicipinya esok hari.
Malam semakin larut. Terlihat satu per satu anak mulai memasuki sarangnya. Sebagian dewasa masih bertahan mendengarkan pak Michael berbagi berbagai cerita seru survival. Lagu-lagu lembut penuh penghayatan dari tim SSI, suara-suara jangkrik dan hewan malam lainnya dan siluet pohon-pohon pinus besar menjulang tinggi mengantarkan istirahat kami malam ini.
Selamat tidur semuanya!
.....baca juga kisah Day-2 di Siap Diri di Alam Liar (2)