Gaya hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan mesti dimulai dari diri sendiri, dari keluarga sendiri, dari rumah kita sendiri. Salah satu PR yang perlu diwujudkan oleh keluarga pecinta alam, menurut potTrack, adalah memiliki kebun keluarga dan pengelolaan sampah rumah tangga yang tepat.
Pucuk dicinta ulam tiba. Ada mas Chandra Firmantoko, praktisi hidroponik dan zero waste dari Cibubur yang berkenan membagikan ilmunya buat komunitas PotTrack pada hari Minggu, 10 April 2016 lalu. Berlatar belakang pendidikan teknik industri dan lama bekerja di dunia perbankan, mas Chandra sudah tiga tahun terakhir menekuni agrobisnis dan sekarang tengah mengembangkan usaha composting juga.
Tujuh keluarga berkumpul untuk belajar, 11 orang dewasa dan 16 anak dengan rentang usia 1-12 tahun. Acara diselenggarakan di halaman rumah. Kami duduk lesehan pada sore hari yang cukup sejuk itu, menyimak uraian mas Chandra, diiringi bunyi-bunyian berbagai binatang peliharaan tuan rumah. Bahkan Heidi si kambing sempat menerobos keluar dari kandang untuk ikut bergabung, penasaran mungkin ;-p
Pas banget dengan nilai cinta alam PotTrack, mas Chandra memberi presentasi secara paperless. Slide yang akan dijelaskan sudah diedarkan lebih dulu ke para peserta lewat ponsel masing-masing. Uraian runtut pun disampaikan. Mulai dari penjelasan tentang pengertian hidroponik; model-model hidroponik (wick, DFT, aeroponik, dan fertigasi); cara membuat DFT (modulnya, reservoirnya, sistem irigasinya, kegunaan netpot dan rangka); cara pembenihan; fase pembesaran; dan terakhir panen.
Setelah paparan teori selesai, untuk memperdalam pemahaman kami melontarkan juga berbagai pertanyaan tentang asal mula hidroponik dan perkembangannya saat ini, peranan tanah dalam pertumbuhan tanaman, perbandingannya dengan cocok tanam konvensional dan organik, dan mengorek juga lebih jauh tentang pupuk cair sintesis yang biasa digunakan praktisi hidroponik dan kemungkinan-kemungkinan pupuk cair organik sebagai penggantinya.
Setelah paparan teori selesai, untuk memperdalam pemahaman kami melontarkan juga berbagai pertanyaan tentang asal mula hidroponik dan perkembangannya saat ini, peranan tanah dalam pertumbuhan tanaman, perbandingannya dengan cocok tanam konvensional dan organik, dan mengorek juga lebih jauh tentang pupuk cair sintesis yang biasa digunakan praktisi hidroponik dan kemungkinan-kemungkinan pupuk cair organik sebagai penggantinya.
Hujan deras tiba-tiba mengguyur mengingatkan kami yang asyik berdiskusi untuk break. Semua pun hiruk-pikuk mengangkut matras, peralatan praktek, juga camilan-camilan ke dalam rumah. Namun ternyata alam cuma mengajak bercanda. Hujan deras tak lama kemudian langsung reda, tinggal rintik-rintik sedikit. Kami menggunakan jeda alami ini untuk break makan malam. Sajian potluck sumbangan dari tiap keluarga – nasi merah dan putih, ikan bakar, cap cay, terik telur, dsb. – tampil menggoda selera. Ditambah suasana hangat kekeluargaan, makan pun jadi nikmat
Anak-anak sudah jadi akrab karena sedari sore mereka main bareng cebur-ceburan dalam kolam ikan. Sambil makan pun, mereka bercengkerama. Dan saat para ayah-ibu meneruskan lagi belajar praktek membuat modul hidroponik, mereka asyik menciptakan berbagai permainan. Duduk melingkar dengan aturan main yang entah bagaimana, pastinya bikin mereka tertawa-tawa terus.
Malam itu rumah keluarga Darmadi jadi bengkel “dadakan”. Bunyi bor listrik mendengung saat pralon dilubangi bulat-bulat dengan jarak tertentu. Pralon ditutup kiri-kanan. Jadilah satu modul untuk bertanam hidroponik dengan model wick. “Ini yang paling sederhana,” kata mas Chandra, “nanti kalau jumlah modulnya ditambah, bisa disambung-sambungkan untuk menjadi model DFT.” Kami tiap keluarga membuat masing-masing satu modul, dan juga membawa pulang perlengkapan-perlengkapan lain yang memungkinkan nanti di rumah untuk langsung mencoba menanam ala hidroponik.
Menjelang pukul sembilan malam, mas Chandra masih semangat berbagi tentang zero waste. Yang paling sederhana, sampah dipilah menjadi organik dan anorganik. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos, sedang sampah anorganik bisa disalurkan ke perusahaan zero waste yang bisa membuat segala macam sampah hilang atau berubah wujud. “Komunitas sebaiknya digerakkan untuk bergerak bersama soal mengolah sampah ini,” himbau mas Chandra. Bisa digunakan konsep bank sampah untuk memotivasi warga sekitar ikut memilah dan menyetorkan sampah mereka.
Malam makin larut. Saatnya berpisah karena anak-anak mulai tumbang tidur, terutama yang kecil-kecil. Juga mas Chandra mau langsung pulang malam itu, naik kereta ke Jakarta. Terima kasih untuk ilmunya ya, Mas! Keluarga-keluarga yang hadir jadi pulang dengan niat besar mencoba sendiri berkebun sayur di rumah. Semangat mengelola sampah lebih baik juga membara.
“Biar keluarga saya menuju keluarga sehat,” kata bu Ria.
“Saya antusias ketika mendengar paparan tentang zero waste, maklum selama ini sampah domestik saya baru dipilah saja,” kata keluarga Faizzati.
“Sangat menginspirasi! Jadi pengen tanam sayur, bikin masakan yang sehat, dan mengolah sampah dengan metode takakura untuk jangka pendek,” komentar pak Peter, “jangka panjangnya pengen jualan sayur dan usaha zero waste kayak mas Chandra.”
Keluarga-keluarga peserta titip pesan agar PotTrack sering-sering mengadakan acara seperti ini bersama para praktisi seperti mas Chandra.
“Saya dua kali ini ikut kegiatan PotTrack, kesannya sama: seru, akrab penuh kekeluargaan dan kesederhanaan tapi nggak seadanya, dan selalu menginspirasi. Pulang dari kegiatan PotTrack selalu berhasil membuat saya berpikir bahwa kami pun sebenarnya bisa berkontribusi terhadap pelestarian alam, dimulai dari rumah sendiri. Mudah-mudahan keluarga PotTrack berkenan untuk mengagendakan lagi kegiatan sejenis, apakah dengan mas Chandra lagi atau dengan praktisi yang lain ... Semangat belajar!” kesan keluarga Indah dan Azis.
“Rasanya bersyukur dipertemukan dengan teman-teman beridealisme tinggi, idealisme yang diwujudkan dalam hal nyata, bukan sekedar teori, jadi tertular semangat,” kata bu Faiz.
Baiklah, dengan senang hati, Bapak-Ibu ... J
Sampai jumpa lagi di kegiatan PotTrack selanjutnya.
“Saya antusias ketika mendengar paparan tentang zero waste, maklum selama ini sampah domestik saya baru dipilah saja,” kata keluarga Faizzati.
“Sangat menginspirasi! Jadi pengen tanam sayur, bikin masakan yang sehat, dan mengolah sampah dengan metode takakura untuk jangka pendek,” komentar pak Peter, “jangka panjangnya pengen jualan sayur dan usaha zero waste kayak mas Chandra.”
Keluarga-keluarga peserta titip pesan agar PotTrack sering-sering mengadakan acara seperti ini bersama para praktisi seperti mas Chandra.
“Saya dua kali ini ikut kegiatan PotTrack, kesannya sama: seru, akrab penuh kekeluargaan dan kesederhanaan tapi nggak seadanya, dan selalu menginspirasi. Pulang dari kegiatan PotTrack selalu berhasil membuat saya berpikir bahwa kami pun sebenarnya bisa berkontribusi terhadap pelestarian alam, dimulai dari rumah sendiri. Mudah-mudahan keluarga PotTrack berkenan untuk mengagendakan lagi kegiatan sejenis, apakah dengan mas Chandra lagi atau dengan praktisi yang lain ... Semangat belajar!” kesan keluarga Indah dan Azis.
“Rasanya bersyukur dipertemukan dengan teman-teman beridealisme tinggi, idealisme yang diwujudkan dalam hal nyata, bukan sekedar teori, jadi tertular semangat,” kata bu Faiz.
Baiklah, dengan senang hati, Bapak-Ibu ... J
Sampai jumpa lagi di kegiatan PotTrack selanjutnya.