"...Ekspresi bebas, agak liar. Mereka pasti sedang menghayal sesuatu. Terlihat ada perasaan bangga-sombong-jantan yang bercampur aduk. Jiwa petualang mereka yang terpendam sedang terusik."
Sebuah kesan kuat yang muncul dari kami, selagi beberapa anak laki-laki dari rombongan kami yang bisa jadi jarang atau pertama kali merasakan dirinya dibawah semburan lebat air terjun alami dengan ketinggian 45 meter sewaktu ber-kegiatan potTrackBunch "Hari Merdeka - Walking and Getting Wet".
Mungkin juga ekspresi-ekspresi yang muncul tersebut terstimulasi sebelumnya dengan perjalanan kaki 30 menit-an dari tempat parkir, melalui lembah hutan dengan pepohonan tinggi, menyebrangi sungai bebatuan, hujan lebat sesaat, udara yang menjadi dingin dan melihat seekor ular meliuk-liuk memanjat pohon.
Sebuah kesan kuat yang muncul dari kami, selagi beberapa anak laki-laki dari rombongan kami yang bisa jadi jarang atau pertama kali merasakan dirinya dibawah semburan lebat air terjun alami dengan ketinggian 45 meter sewaktu ber-kegiatan potTrackBunch "Hari Merdeka - Walking and Getting Wet".
Mungkin juga ekspresi-ekspresi yang muncul tersebut terstimulasi sebelumnya dengan perjalanan kaki 30 menit-an dari tempat parkir, melalui lembah hutan dengan pepohonan tinggi, menyebrangi sungai bebatuan, hujan lebat sesaat, udara yang menjadi dingin dan melihat seekor ular meliuk-liuk memanjat pohon.
Terkesan juga dengan putri kami, selagi berjalan berlompatan di bebatuan besar sepanjang 700 meter mengarah ke laut lepas di pesisir pantai Kendal menemukan sebuah posisi yang pas untuk berekspresi lepas dan penuh penghayatan berperan sebagai penyanyi. Sayang terhenti cepat, keburu ketahuan kalau kami memperhatikan dia.
Dipaparkan pada buku "Last Child in the Woods" dari R. Louv bahwa untuk anak, alam dapat muncul dalam berbagai bentuk. Alam menawarkan anak sebuah dunia yang lebih tua, lebih besar, dan terpisah dari orang tua. Tidak seperti TV, i-Pad dkk, alam tidak mencuri waktu. Alam menawarkan penyembuhan untuk anak yang tinggal di lingkungan semerawut. Alam tampil sebagai lempengan batu polos, di atasnya anak menggambar dan mereintrepetasi budaya fantasinya. Alam menginspirasi kreativitas anak dengan menuntut visualisasi dan pemakaian penuh panca inderanya. Alam dapat menenangkan gejolak emosi, meningkatkan konsentrasi dan menggairahkan kita yang lesu. Alam bisa juga menakutkan bagi anak, dan ketakutan ini menyajikan sebuah maksud. Sebuah misterius. Di alam, anak menemukan kebebasan, fantasi, dan privasi: sebuah tempat berjarak dari dunia orang dewasa, sebuah kedamaian terpisah.
Percayakah kita pada semua hal tersebut? Benarkah alam itu baik untuk kita, terutama anak-anak? Apa ada yang pernah menggugatnya? Dari dulu sekali sampai sekarang, alam masih termasuk sebagai salah satu tempat tujuan wisata terfavorit. Tanpa perlu membaca berbagai referensi, hati nurani manusia mengakui bahwa alam itu sesuatu yang baik, mengakui bahwa alam memberikan kekuatan dan keajaiban untuk manusia. Karena memang kita, manusia adalah bagian dari alam tersebut. Manusia berhak mendapatkannya dan juga berkewajiban melestarikannya.
Dan bagaimana hubungan anak-anak kita saat ini dengan alam? Seorang anak kelas 4 di San Diego berkomentar jujur "I like to play indoors better, 'cause that's where all the electrical outles are". Benar bahwa alam untuk sebagian anak masih menawarkan kekaguman. Tapi untuk sebagian besar yang lain, bermain di alam kelihatannya sebagai sesuatu yang Tidak produktif, Terlarang, Asing, Manis Lucu, Berbahaya, atau sesuatu yang Hanya ada di film. Mereka, anak-anak mungkin tahu segala fakta tentang alam. Tetapi apakah mereka pernah mencium bau-nya, menyentuh-nya, merasakan-nya dengan jiwa raganya?
Cobalah. Biarkan anak-anak di luar, di halaman, di alam. Mereka pasti akan menikmatinya. Memanjat pohon. Memperhatikan segala sesuatu. Memandang langit dkk. Berkhayal. Kejar-kejaran. Bermain ala jaman kita dulu. Tapi apakah mereka akan meminta kembali, bermain di luar, di alam? Bisa jadi mereka tidak akan memintanya atau tidak mau atau tidak tertarik.
YA, mereka teralihkan dengan segala jenis gadget yang tersedia. Mereka termanjakan dengan segala jenis kegiatan yang tinggal terima matangnya. Mereka tidak mampu menikmati dengan sekedar mendengarkan alam dan kesendirian. Mereka tidak mampu membuat hiburan atau permainan sendiri. Kapanpun dan dimanapun mereka harus selalu membawa gadget. Mereka tidak percaya diri jika tidak terlengkapi. Berada di lingkungan, tetapi tidak sadar akan lingkungan tersebut. Tidak mau atau tidak mampu untuk memulai pergaulan baru. Mereka akan termasuk generasi termalang dalam sejarah. Sebagai anak-anak yang terkungkung dalam kotak bangunan. Menjadi a sedentary society, masyarakat di belakang meja dan anti-sosial.
Kami rasa, hal-hal tersebut tidak terjadi hanya pada anak-anak. Kita, sebagai sebuah keluarga dengan jumlah minimal 3 kepala, jika tidak ada gandengan teman keluarga lain sering juga enggan jalan keluar, apalagi ke alam. Dengan alasan kalau rame-rame akan lebih senang dan anak-anak juga akan lebih seru kalau banyak temannya. Tapi apa yang terjadi? Jalan bareng tetapi semua masing-masing sibuk bergadget-ria. Kita, orang dewasa tidak beda dengan anak-anak, kebingungan dan gugup begitu ketinggalan jimat kita, si smart-phones.
Kalau gitu, kapan donk kita mampir ke alam? Pas jalan-jalan kalau liburan panjang lah. Kan butuh waktu dan perjalanan panjang. Butuh nabung juga lagian. Apa benar nih? Untungnya alam masih disana, tidak jauh-jauh, berada di sekitar kita. Alam hanya sedang menunggu kita. Menunggu anak-anak kita untuk masuk tumbuh dan berkembang di dalam pangkuannya.
*Artikel ini didukung oleh nature potTrack. Ditulis oleh Darmadi. Keluarga dengan dua anak yang kesemsem dengan alam.
Percayakah kita pada semua hal tersebut? Benarkah alam itu baik untuk kita, terutama anak-anak? Apa ada yang pernah menggugatnya? Dari dulu sekali sampai sekarang, alam masih termasuk sebagai salah satu tempat tujuan wisata terfavorit. Tanpa perlu membaca berbagai referensi, hati nurani manusia mengakui bahwa alam itu sesuatu yang baik, mengakui bahwa alam memberikan kekuatan dan keajaiban untuk manusia. Karena memang kita, manusia adalah bagian dari alam tersebut. Manusia berhak mendapatkannya dan juga berkewajiban melestarikannya.
Dan bagaimana hubungan anak-anak kita saat ini dengan alam? Seorang anak kelas 4 di San Diego berkomentar jujur "I like to play indoors better, 'cause that's where all the electrical outles are". Benar bahwa alam untuk sebagian anak masih menawarkan kekaguman. Tapi untuk sebagian besar yang lain, bermain di alam kelihatannya sebagai sesuatu yang Tidak produktif, Terlarang, Asing, Manis Lucu, Berbahaya, atau sesuatu yang Hanya ada di film. Mereka, anak-anak mungkin tahu segala fakta tentang alam. Tetapi apakah mereka pernah mencium bau-nya, menyentuh-nya, merasakan-nya dengan jiwa raganya?
Cobalah. Biarkan anak-anak di luar, di halaman, di alam. Mereka pasti akan menikmatinya. Memanjat pohon. Memperhatikan segala sesuatu. Memandang langit dkk. Berkhayal. Kejar-kejaran. Bermain ala jaman kita dulu. Tapi apakah mereka akan meminta kembali, bermain di luar, di alam? Bisa jadi mereka tidak akan memintanya atau tidak mau atau tidak tertarik.
YA, mereka teralihkan dengan segala jenis gadget yang tersedia. Mereka termanjakan dengan segala jenis kegiatan yang tinggal terima matangnya. Mereka tidak mampu menikmati dengan sekedar mendengarkan alam dan kesendirian. Mereka tidak mampu membuat hiburan atau permainan sendiri. Kapanpun dan dimanapun mereka harus selalu membawa gadget. Mereka tidak percaya diri jika tidak terlengkapi. Berada di lingkungan, tetapi tidak sadar akan lingkungan tersebut. Tidak mau atau tidak mampu untuk memulai pergaulan baru. Mereka akan termasuk generasi termalang dalam sejarah. Sebagai anak-anak yang terkungkung dalam kotak bangunan. Menjadi a sedentary society, masyarakat di belakang meja dan anti-sosial.
Kami rasa, hal-hal tersebut tidak terjadi hanya pada anak-anak. Kita, sebagai sebuah keluarga dengan jumlah minimal 3 kepala, jika tidak ada gandengan teman keluarga lain sering juga enggan jalan keluar, apalagi ke alam. Dengan alasan kalau rame-rame akan lebih senang dan anak-anak juga akan lebih seru kalau banyak temannya. Tapi apa yang terjadi? Jalan bareng tetapi semua masing-masing sibuk bergadget-ria. Kita, orang dewasa tidak beda dengan anak-anak, kebingungan dan gugup begitu ketinggalan jimat kita, si smart-phones.
Kalau gitu, kapan donk kita mampir ke alam? Pas jalan-jalan kalau liburan panjang lah. Kan butuh waktu dan perjalanan panjang. Butuh nabung juga lagian. Apa benar nih? Untungnya alam masih disana, tidak jauh-jauh, berada di sekitar kita. Alam hanya sedang menunggu kita. Menunggu anak-anak kita untuk masuk tumbuh dan berkembang di dalam pangkuannya.
*Artikel ini didukung oleh nature potTrack. Ditulis oleh Darmadi. Keluarga dengan dua anak yang kesemsem dengan alam.