Siapa bilang, makan lebih banyak dan bergizi bisa jadi lebih kuat? Dari tenaga sampai napas, kalah jauh kami dengan ibu porter yang dengan santainya mondar mandir mengangkut segala bawaan bahan baku dan pesanan kayu bakar kami. Ngos-ngosan dan gempor juga kaki kami naik turun lereng, dari parkiran ke perkemahan kami yang memblusuk di tengah hutan. Wah, kemana semua perginya seabreg cadangan energi kami, si orang kota? Benarkah terkuras untuk mengangkut beban pikiran?
Memasak dan Makanan
"Ribet! Repot! Sayang waktunya!" komentar yang bermunculan ketika ide memasak sendiri dilontarkan. Memang, kepengennya kami sih jajan daripada memasak sendiri yang dirasa bakal menghabiskan banyak waktu. Hanya, memasak sendiri sebenarnya memungkinkan kita punya lebih kontrol dengan apa yang ada diatas piring kita, lebih ekonomis, lebih lokal berarti lebih segar dan juga termasuk salah satu upaya nyata kita yang berkelanjutan.
Diputuskan, 3x waktu makan saat kemungkinan kami krisis energi diambil alih oleh warung sekitar sana dan sisanya memasak sendiri. Minim tahapan olahan kami, kebanyakan menu langsung kukus, rebus atau bakar dan memakai sebanyak mungkin bahan baku lokal. Ada 1 menu gorengan yang awalnya paling diharapkan, tapi toh akhirnya paling kami sesalkan. Masaknya lama, mencuci peralatannya ribet dan paling tidak sehat juga. Berbagai buah-buahan lokal menjadi menu camilan kami. Segar dan menyehatkan! praktis juga, tanpa perlu mengolah. Dan bukankah semakin sederhana makanan, semakin mewah untuk tubuh kita?
Berlebih! Rasa khawatir kami akan kekurangan membuat kami salah memperkirakan kebutuhan. Banyak makanan, buah dan bahan baku tersisa yang kami bawa pulang dan sebagian dihibahkan untuk ibu porter. Untungnya, hanya sedikit yang kami buang karena rusak.
Bahan Bakar Kayu
Maksud hati ingin mencari sendiri keseluruhan kebutuhan bahan bakar di tempat, tapi apa daya niat kami ternyata tidak mencukupi untuk kami berjuang. Perkiraan 16 ikat kayu (setara kurang lebih dengan 80 karung hasil kami) yang diperlukan untuk kebutuhan 3x masak memasak lauk pauk + air 190liter + 8jam api unggun. Merasa yakin, ketidakmampuan diri memenuhinya, kami pun membawa beberapa kantong arang dan ikat kayu bakar sebagai cadangan. Disana, melihat hasil kumpulan anak-anak berupa buah pinus dan ranting-ranting yang sesaat saja habis dilahap api dan kemudian, datang penawaran menggiurkan dari ibu porter untuk menyuplainya, bubarlah sudah niat awal kami untuk mengumpulkannya sendiri.
Air Minum
Hanya membawa persediaan air minum hari ke1, kami pun harus memasak untuk kebutuhan hari-hari selanjutnya. Airnya terasa sekali berbau asap tungku untuk kami yang tidak terbiasa. Minum langsung dari mata air saat menjelajah gunung Andong ternyata jauh lebih menyegarkan! Air minum rumah kami saja kalah kualitasnya. Untuk kebutuhan hari ke3, kami memilih berjalan jauh...menyusuri aliran air untuk mengambil langsung dari sumbernya. Wow, cantik nian dan segar! air jernih yang mengalir meliuk-liuk di bebatuan turun menyusuri lembah. Dan pikir-pikir, bukankah gunung dan lahan hijau adalah filter air terbaik! Masih belum ada sebenarnya teknologi filter di pasaran yang dapat menandinginya dan konon, tinggi juga kandungan oksigen air gunung.
Mencuci Tubuh
Apapun manfaatnya, rasanya manusia perlu mandi. Kebiasaan mandi 2x tiap hari di rumah, menuntut sebagian kami untuk juga memenuhinya. Fasilitas kamar mandi umum yang belum sempat terbangun di hari ke1 dan untuk selanjutnya ternyata tetap tidak terbangun, membuat kami bergerilya untuk mencari posisi aman tersembunyi dan waktu yang tepat. "Mandi di kegelapan!", ujar Calla (12tahun) spontan saat ditanya kesan berkemah terbaiknya. Beberapa ibu memilih berjarik-ria, saat sebagian besar dari kami belum pulang dari kegiatan menjelajah. P Har dan b Fifi memilih berjalan jauh mencari posisi aman di lembah gunung. Air yang dingin, mencoba natural poo-soap-toothpaste, suasana alami terbuka dan posisi siap siaga....semua ini membuat kegiatan mandi menjadi begitu mengesankan dan juga menegangkan. Lebih-lebih terbayang mandinya ala p Peter dan b Andri, di ruang bersisi satu yang dibangun seadanya dengan bawaan MMT bekasnya. Iya, sisinya hanya satu, tinggi 1meter-an toh dan di lokasi umum...nekat bukan mereka?
BAB dan BAK
"Sensational! Lancar urusan ini!," puji p Aziz dan p Didik. Detil kami mendesain fasilitas yang satu ini. Dari pacul, linggis sampai bor biopori masuk dalam daftar perlengkapannya. Banyak diskusi kanan kiri kami merencanakannya, segala faktor kenyamanan dan fungsional pun dibahas. Tak heran, jika fasilitas dasar ini mendapatkan berbagai pujian dari para pemakainya. Hari ke3, penuh..nuh sudah lubang galian kami, pertanda tinggi pemakaiannya. Lancaaarrrr!
Mencuci Peralatan Masak dan Makan
Karena mau menghemat energi kami, selang air pun dibawa dari rumah dan tercipta juga kran manual ala kami. Tidak mau mengusik ketenangan para penghuni tanah, kami membawa buah lerak sebagai pengganti sabun cuci piring dan daun sirih untuk cuci tangan. Karena mengandung bahan kimia yang cukup berbahaya juga untuk kita, segala pembersih rumah tangga dan wewangian yang sering kita pakai dinilai lebih banyak kejelekannya loh daripada bagusnya.
Perkemahan dan Sarang Tidur
Posisi perkemahan kami yang tidak di lahan luas terbuka, membuat kami harus jeli berburu diantara pepohonan pinus dan semak-semak lahan seadanya untuk membangun sarangnya masing-masing. Pemukiman liar kami secara keseluruhan terlihat cukup rapi, yang mana jalan umumnya terjalurkan dengan sendirinya. Ya, ternyata kami sudah berproses membentuk sebuah dusun secara alamiah.
Supaya benar nanti bisa meluruskan badan, permukaan lahan yang sana sini bergelombang harus rajin-rajin kami ratakan dengan rerontokan daun pinus yang berserakan. Beberapa anak-anak yang tidak membawa bantal guling kesayangannya, berusaha kreatif membuat tiruannya juga dari rerontokan tersebut. Antisipasi curah hujan tinggi, beberapa tenda double layer terlihat masih ekstra ditudungi flysheet.
Me-time
Jadwal piket dan acara bersama yang tidak terlalu dipegang ketat, membuat para dewasa sekenanya menyalurkan minatnya masing-masing. Yang sukanya masak yaaa lebih memilih nongkrong di dapur, yang sukanya ngemil dan ngoceh terlihat duduk mengelilingi persediaan ransum, yang terpesona dengan api tentunya tidak jauh-jauh dari api unggun dan tungku. Yang tidak terlalu terlihat, mungkin menyendiri beristirahat ataupun menikmati alam atau seperti b Ellen yang lebih tinggal di sarang ngelonin Nesha (8,5 bulan). Hanya anak-anak yang terlihat punya kesamaan hobby, mereka pun kesana kemari bermain...bermain dan bermain bersama.
Kebersamaan
Walaupun energi sudah sangat terkuras dengan segala sesuatunya, malam pertama yang cerah dan goyangan lidah api unggun membuat kami berkumpul bersama di sekitarnya. Hubungan antar kami yang sudah dimulai di dunia maya ternyata tetap tidak bisa menggantikan perkenalan langsung muka ke muka. Toh keharusan muat ulang energi untuk kegiatan penjelajahan gunung Andong* esok hari memanggil kami untuk gasik istirahat, dan sebagian lain yang tidak rela kehilangan momen langka ini, bertahan berbincang dan ngemil bakaran ikan dan jagung.
Taarik! Taarik! Taarik! Taarik!
Wortel tak mau bergerak
Ia terlalu berat
Aku tak cukup kuat
Menariknya
Harus cari bantuan
Bantuan seseorang
Siapa dapat menolong?
Siapa? Siapa? ...
Penerangan
Kami membuat sendiri lampu sentir dari botol bekas dan bereksperimen berbagai jenis dan komposisi bahan bakarnya. Warna kuning terang apinya disana sini membawa suasana hangat pemukiman kami. Memper suasana jadul di desa, saat listrik belum masuk.
Tidak tersedianya jaringan listrik dan minimnya akses internet membuat kami selama 3 hari ini mengendorkan ikatan dengan segala alat elektronik dan dunia maya. Dibuntuti persediaan baterai yang semakin menipis, sulit juga kami untuk santai bernarsis-ria. Mau tidak mau, fokus kami pun tertuju pada saat ini dan yang nyata di sekeliling kami.
"Berkemah seharusnya ya mau menjauh dari peradaban,
mau kembali berkutat pada kegiatan-kegiatan dasar,
dan juga mampu membuat dan bertahan dengan fasilitas dan perlengkapan minim sederhana.
Tidak akan banyak belajar, jika kita hanya sekadar pindah rumah."
untuk 3hari 2malam kehadiran kami di alam dan ada masuk juga 136 pohon di pos donasi hijau.
"Atas segalanya, kami bersyukur dan berterima kasih pada NYA."