Gunung punya sesuatu yang khusus, sesuatu yang magis.
Mungkin karena resikonya atau mungkin juga disana kita merasa kecil.
Yang pasti, setelah beberapa saat bercengkrama dengannya,
kita pun akan merasakan tarikannya untuk kembali
Perlu waktu, kami untuk memantapkan hati ini kembali. Berjibun pertanyaan dan pertimbangan kami lontarkan pada diri sendiri. Hadir berkegiatan di alam (liar) adalah risiko. Hanya punyakah kami, para keluarga pilihan lain? Berkegiatan di kota, dalam ruang, dikelilingi segala perlengkapan gadget dan terhubung dan berpetualang secara virtual...tapi apakah ini lebih baik? benarkah lebih aman? Bukankah semua itu juga beresiko? bahkan mungkin lebih...dengan sifatnya yang tersembunyi, siap menjurumuskan dan meledak setiap saat. Alam menawarkan kita manusia banyak keajaiban dan juga kita adalah bagiannya!
Setelah sarapan, dari bumi perkemahan kami bermobil ke arah basecamp dusun Pendem. Selip! beberapa mobil kami di tanjakan terjal sekitar sana. Perlu waktu kami untuk meneruskan perjalanan dan kebesaran hati untuk mengolah awal yang cukup dramatis ini.
"It is not the mountain we conquer, but ourselves.” —Edmund Hillary
Langit biru mengantarkan penjelajahan mendaki kami. Perjalanan diawali di jalan bebatuan setapak yang mulai mendaki, melewati perkebunan sayur yang tertata rapi. Baru sesaat berjalan, Micha (3,5tahun) sudah minta gendong dan b Dewi, ibunya memutuskan untuk kembali saja dan menunggu di base-camp. Razzan (4,5tahun) dan Raya (5,5tahun) yang awalnya cukup rewel juga, kemudian mulai semangat saat memasuki medan yang mendaki di hutan pinus. Di lereng bebatuan yang merupakan titik balik rute hijau, beberapa dari kami memilih bersantai disana dan tidak lanjut mendaki.
Makin terjal jalan setapak di rute Oranye. Beberapa ibu terlihat kepayahan menyelesaikan rute ini. Kami berpiknik di titik baliknya, mengisi kembali energi yang terkuras dan memutuskan juga kami masing-masing keikutsertaannya. Lanjut atau cukup! Menimbang-nimbang kami semua akan kemampuan sendiri dan anak.
Hurra!!! di 2 puncak akhirnya kami semua. Dari puncak Ngargo Pasar terlihat Gunung Merbabu yang berdiri menghadap kami dengan gagahnya dan Gunung Telomoyo dari puncak Alap-alap. Indah pemandangan desa dan persawahan nun jauh di bawah sana.
Turun gunung. Lebih rileks kami dari kewajiban mengawasi anak-anak di jalur setapak yang lebar dan terlindungi sisi kirinya dengan badan gunung dan pepohonan di sisi kanannya. Yang berat hanya lutut kami dewasa, gemetaran! 12 km perjalanan kami dan dengan total waktu 6 jam.
Yuk teman-teman keluarga, kita berlatih diri, baik mental, stamina maupun ketrampilan. Pendamping terbaik anak-anak berpetualang adalah kita orang tua. Gunung Andong adalah gunung kita keluarga yang pertama dan juga bukan yang terakhir.