Kalau membaca buku Sokola Rimba (2013), kita akan dibuat tertawa-tawa menyimak berbagai pengalaman lucu Butet Manurung, penulisnya, ketika terjun ke tengah hutan untuk mengajar baca-tulis anak-anak Orang Rimba, penduduk asli hutan Jambi. Sebagai sosok yang dibesarkan di tengah fasilitas dunia modern, Butet kini harus menyesuaikan diri dengan cara hidup masyarakat yang masih sepenuhnya menggantungkan diri pada alam. Mandi di sungai, berburu binatang, memanen madu dari pohon yang amat tinggi, dan sebagainya. Butet terkagum-kagum pada anak Orang Rimba yang terampil sekali menjelajah belantara, mengenali habitat hutan, dan membaca tanda-tanda alam sehingga mereka tidak tersesat di perjalanan – kecerdasan yang sama sekali tidak dia miliki, sekalipun dia disebut sebagai orang kota yang “terpelajar” dan “beradab”.
Memang, seiring makin artifisialnya lingkungan hidup kita sebagai orang modern, rasanya makin jauh anak-anak kita dari Alam. Waktu mereka makin banyak habis di dalam ruangan, bergaul dengan perangkat-perangkat elektronis ciptaan manusia. Ketika melaju dengan kendaraan dari rumah ke sekolah, adakah anak-anak kita mengenali pohon apa saja yang mereka lewati di jalan? Bunga liar apa saja? Berapa banyak anak yang menjerit ketakutan ketika melihat cacing, lipan, kecoa, laba-laba, atau bahkan capung, seolah-olah itu alien yang akan memangsa mereka?
Pada dasarnya Alam itu tenang dan menunggu. Dia akan terus terasa sebagai sesuatu yang asing selama kita tidak berupaya untuk mengenalnya. Tetapi begitu kita tergerak untuk mengenalnya, betul-betul ingin mengamatinya, maka tak ada yang dia sembunyikan. Charlotte Mason berkata, Alam adalah guru yang paling sabar, mengajar dengan cara yang lemah lembut dan tidak melelahkan; makin kita menyimaknya, maka akan kita peroleh pemahaman yang makin luas dan mendalam.
Setiap anak sebetulnya terlahir sebagai naturalis. Kalau saat ini mereka canggung, enggan, atau malah jijik pada alam, itu karena mereka tidak terbiasa. Mengapa? Karena kita orangtuanya dan lingkungannya kurang memberi kesempatan bagi mereka untuk akrab dengan alam, sehingga hasrat ingin tahu mereka terhadap alam itu tak terasah. Tetapi apabila anak-anak ini secara rutin didorong untuk berelasi dengan dunia ciptaan Tuhan, minat dan kecintaan pada alam akan terpupuk, menjadi bagian dari watak mereka, yang bisa menjadi sumber sukacita mereka sepanjang hayat.
Nature Study adalah upaya konkret untuk mengakrabkan anak-anak (dan kita sendiri) dengan Alam. Kita menyisihkan waktu untuk menjelajah lingkungan alami di sekitar kita – makin alami makin baik – untuk mengamatinya penuh minat, dan merekam pengamatan kita dalam jurnal pribadi. Berbeda dari pelajaran sains (IPA) di sekolah, Nature Study tidak berorientasi akademis, melainkan lebih ke olah batin dan olah indra. Penekanan utamanya bukan pengetahuan teoritis, tapi pengalaman langsung. Tujuan akhirnya bukan semata agar anak makin cerdas, tapi agar anak makin peka dan cinta kepada Alam.
Pada dasarnya Alam itu tenang dan menunggu. Dia akan terus terasa sebagai sesuatu yang asing selama kita tidak berupaya untuk mengenalnya. Tetapi begitu kita tergerak untuk mengenalnya, betul-betul ingin mengamatinya, maka tak ada yang dia sembunyikan. Charlotte Mason berkata, Alam adalah guru yang paling sabar, mengajar dengan cara yang lemah lembut dan tidak melelahkan; makin kita menyimaknya, maka akan kita peroleh pemahaman yang makin luas dan mendalam.
Setiap anak sebetulnya terlahir sebagai naturalis. Kalau saat ini mereka canggung, enggan, atau malah jijik pada alam, itu karena mereka tidak terbiasa. Mengapa? Karena kita orangtuanya dan lingkungannya kurang memberi kesempatan bagi mereka untuk akrab dengan alam, sehingga hasrat ingin tahu mereka terhadap alam itu tak terasah. Tetapi apabila anak-anak ini secara rutin didorong untuk berelasi dengan dunia ciptaan Tuhan, minat dan kecintaan pada alam akan terpupuk, menjadi bagian dari watak mereka, yang bisa menjadi sumber sukacita mereka sepanjang hayat.
Nature Study adalah upaya konkret untuk mengakrabkan anak-anak (dan kita sendiri) dengan Alam. Kita menyisihkan waktu untuk menjelajah lingkungan alami di sekitar kita – makin alami makin baik – untuk mengamatinya penuh minat, dan merekam pengamatan kita dalam jurnal pribadi. Berbeda dari pelajaran sains (IPA) di sekolah, Nature Study tidak berorientasi akademis, melainkan lebih ke olah batin dan olah indra. Penekanan utamanya bukan pengetahuan teoritis, tapi pengalaman langsung. Tujuan akhirnya bukan semata agar anak makin cerdas, tapi agar anak makin peka dan cinta kepada Alam.
Lewat kegiatan Nature Study, anak dilatih untuk mengapresiasi dan memahami berbagai objek dan cara kerja Alam lewat pengalaman langsung; mengerahkan semua daya inderanya untuk mengamati secara fokus, detil dan akurat – baik itu bentuk, warna, atau suara; mengungkapkan pengamatan itu lewat gambar dan tulisan; dan mengasosiasikan pengetahuan estetis lain – misalnya puisi atau ornamen hiasan – dengan hasil pengamatannya. Mengisi jurnal pribadi memang akan menjadi kegiatan praktis yang dominan dalam Nature Study. Anak disemangati untuk mencatat dan menggambar sketsa apa saja yang menurutnya menarik di dalam jurnalnya. Minat dan kebebasan berkreasi diungkapkan maksimal. Jurnal itu akan menjadi harta pribadi. Bahkan jika telah menjadi kebiasaan, mengisi jurnal akan jadi pengisi waktu senggang yang menyenangkan sampai ia dewasa.
Memupuk potensi naturalis dalam diri anak-anak kita lewat Nature Study dalam jangka pendek dan jangka panjang bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat, dan dunia.
Manfaat personal yang bisa diperoleh sebagai dampak Nature Study antara lain meningkatnya kesehatan dan kegembiraan anak karena berkegiatan di Alam, kepeduliannya pada lingkungan, dan keeratan batinnya dengan orangtua, ketika ayah-ibu juga hadir untuk melakukan Nature Study bersama anak. Rasa kagum dan hormat kepada Tuhan sang Pencipta juga otomatis tumbuh lewat pengalaman bersama Alam ini.
Secara umum, Nature Study juga adalah fondasi untuk terjun ke dalam sains yang lebih serius. Dari sejarah sains, kita membaca bahwa sains berkembang berkat para naturalis yang antusias mengamati alam – entah itu kura-kura di Kepulauan Galapagos atau pergerakan bintang di langit malam – lalu mencatatnya dengan teliti dalam jurnal pribadi mereka. Nature Study, menurut Anna Botsford Comstock, akan membuka jalan anak lebih memahami pelajaran sejarah, geografi, aritmetika, botani, sampai bahasa dan sastra.
Terkait dengan krisis lingkungan hidup yang kian berat seperti saat ini, kita juga perlu generasi muda (dan generasi tua juga) yang tergerak untuk berbuat sesuatu bagi Alam. Nature Study cepat atau lambat akan membukakan mata anak-anak (dan kita juga) tentang risiko yang dihadapi makhluk-makhluk alam ini ketika lingkungan hidup mereka berubah, terpolusi, dirusak, dihancurkan. Nature Study akan berkontribusi dalam menajamkan kepekaan kita semua pada nasib Alam.
Memang, anak-anak kita tidak perlu dan mungkin tidak akan menjadi persis seperti anak Orang Rimba, tetapi memiliki hati yang cinta akan alam, benak yang terampil membaca tanda-tanda alam, dan tubuh yang nyaman berada di tengah alam adalah kodrat kita sebagai makhluk yang hidup di tengah Alam, sesama ciptaan Tuhan.
*Ditulis oleh Ellen Kristi.
Untuk mendukung Program Nature Study Bunch dari potTrack.
Memupuk potensi naturalis dalam diri anak-anak kita lewat Nature Study dalam jangka pendek dan jangka panjang bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat, dan dunia.
Manfaat personal yang bisa diperoleh sebagai dampak Nature Study antara lain meningkatnya kesehatan dan kegembiraan anak karena berkegiatan di Alam, kepeduliannya pada lingkungan, dan keeratan batinnya dengan orangtua, ketika ayah-ibu juga hadir untuk melakukan Nature Study bersama anak. Rasa kagum dan hormat kepada Tuhan sang Pencipta juga otomatis tumbuh lewat pengalaman bersama Alam ini.
Secara umum, Nature Study juga adalah fondasi untuk terjun ke dalam sains yang lebih serius. Dari sejarah sains, kita membaca bahwa sains berkembang berkat para naturalis yang antusias mengamati alam – entah itu kura-kura di Kepulauan Galapagos atau pergerakan bintang di langit malam – lalu mencatatnya dengan teliti dalam jurnal pribadi mereka. Nature Study, menurut Anna Botsford Comstock, akan membuka jalan anak lebih memahami pelajaran sejarah, geografi, aritmetika, botani, sampai bahasa dan sastra.
Terkait dengan krisis lingkungan hidup yang kian berat seperti saat ini, kita juga perlu generasi muda (dan generasi tua juga) yang tergerak untuk berbuat sesuatu bagi Alam. Nature Study cepat atau lambat akan membukakan mata anak-anak (dan kita juga) tentang risiko yang dihadapi makhluk-makhluk alam ini ketika lingkungan hidup mereka berubah, terpolusi, dirusak, dihancurkan. Nature Study akan berkontribusi dalam menajamkan kepekaan kita semua pada nasib Alam.
Memang, anak-anak kita tidak perlu dan mungkin tidak akan menjadi persis seperti anak Orang Rimba, tetapi memiliki hati yang cinta akan alam, benak yang terampil membaca tanda-tanda alam, dan tubuh yang nyaman berada di tengah alam adalah kodrat kita sebagai makhluk yang hidup di tengah Alam, sesama ciptaan Tuhan.
*Ditulis oleh Ellen Kristi.
Untuk mendukung Program Nature Study Bunch dari potTrack.